Senin, 08 April 2019|02:45:47 WIB
RADARRIAUNET.COM: Direktur PT Duta Swakarya Indah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Riau, mantan Kadishutbun Siak Teten Effendi tersangka dugaan pemalsuan surat keputusan Menhut.
Penasehat Hukum (PH) mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Siak Teten Effendi, Yusril Sabri, SH, MH, menegaskan kliennya bukan Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Riau.
Sebab, kliennya tersebut sangat kooperatif menghadapi proses hukumnya di Polda Riau.
"DPO kan Direktur PT DSI, sedangkan klien kami sangat kooperatif. Jadi kami minta jangan ada vonis sebelum vonis dari pengadilan," kata Yusril Sabri, Jumat (5/4/2019) dilansir dari tribunsiak.com.
Mantan Kadishutbun Siak Teten Effendi tersebut saat ini tersangka kasus dugaan pemalsuan surat keputusan Mentri Kehutanan (Menhut) nomor 17/kpts-II/1998 tentang Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH).
Berkas perkaranya sudah P21, tetapi tersangka yang lain yakni Direktur PT DSI masih DPO.
"Kami menghargai proses hukum dengan azas praduga tak berslah. Setiap orang diperiksa penyidik baru tersangka. Karena klien kami belum divonis pengadilan terhadap sangkaan pemalsuan, jadi ada azas praduga tak bersalah. Klien kami juga bukanlah DPO," kata Yusril.
Ia mengakui, pihaknya menghormati proses hukum pidana yang berlaku.
Tetapi, fakta materil perkara tersebut menurut dia tidak terdapat pemalsuan surat.
"Sesungguhnya izin lokasi yang dikeluarkan oleh Pemkab Siak kepada PT DSI untuk keperluan perkebunan pada 2006 atas dasar SK Pelepasan Kawasan Hutan dari Menhut untuk PT DSI pada 1998 masih dinyatakan berlaku atau tidak palsu," kata dia.
Hal itu dipertegas dengan dikeluarkannya surat dari Dirjen Planologi Kementrian Kehutanan pada 2010.
Keterangan pihak Bagian Hukum Dirjen Planologi Kehutanan bahwa SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk PT DSI tersebut masih berlaku dan belum ada pembatalan.
"Jadi tidak palsu. Ya, kita hargai proses hukum, walau prosesnya sebenarnya tidak ada yang salah ditandai proses tersebut sudah 13 tahun yang lalu lamanya," kata dia.
Ia menantang pihak pelapor untuk sama-sama membuktikannya pada sidang di pengadilan nanti.
"Saya menghimbau, kepada semua pihak baik pelapor maupun para penegak hukum lainnya agar menghargai proses hukum ini, supaya jangan ada pihak-pihak yang dirugikan yang mengarah ke pencemaran nama baik. Jangan melakukan statemen yang seakan akan melakukan vonis di luar pengadilan," kata dia.
Sebelumnya diberitakan Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan Eks Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Siak Teten Effendi sudah ditetapkan tersangka oleh Polda Riau.
Hinga kini, Suratno Konadi masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Riau.
Sebagaimana diketahui dalam kasus ini, Polda Riau menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atas tersangka Suratno Konadi, direktur PT DSI.
Surat penetapan DPO Polda Riau tersebut dengan nomor : DPO/12/III/2019/reskrimum.
Tersangka Suratno Konadi mangkir dari panggilan penyidik sebanyak 3 kali sejak ditetapkan tersangka.
Dalam surat itu, Polda Riau menyatakan Suratno Konadi melakukan tindak pidana membuat surat palsu berupa keputusan mentri kehutanan (Menhut) nomor 17/kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 yang sudah tidak berlaku lagi.
Surat itu untuk permohonan izin lokasi dan izin usaha perkebunan PT DSI ke Pemkab Siak untuk lahan seluas lebih kurang 8,000 Ha di atas lahan milik pelapor atas nama Jimmy seluas 82 Ha yang terletak di desa Dayun.
Hal tersebut terjadi sekira Agustus 2015 di Dayun, sesuai dengan laporan masyarakat bernama Jimmy.
Bahkan, berkas perkara kedua tersangka sudah ditetapkan P21 oleh Kejati Riau.
Saat ini hanya menunggu tahap 2 bila tersangka memenuhi panggilan penyidik Selasa depan.
Diberitakan sebelumnya, palsukan putusan Menteri Kehutanan (Menhut), Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) dan Eks Kadis Kehutanan dan Perkebunan Siak jadi tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
Direktur PT DSI bernama Suratno Konadi dan Eks Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Siak bernama Teten Effendi, ternyata sudah lama ditetapkan tersangka oleh Polda Riau.
Bahkan berkas perkara kedua tersangka sudah ditetapkan P21 oleh Kejati Riau.
"Ya, berkas perkaranya sudah P21 sejak 21 Januari 2019 kemarin. Tapi tersangka dan barang bukti belum diserahkan ke kita," kata Kasipenkum dan Humas Kejati Riau Muspidauan, Kamis (4/4/2019).
Ia mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan penyidik Polda Riau terkait tindaklanjut perkara.
Rencananya Selasa depan kedua tersangka dan barang bukti diserahkan ke pihaknya.
"Kalau datang tersangka pada pemanggilan Selasa depan, pihak Polda langsung serahkan ke kita bersama barang bukti. Jadi nunggu tahap II saja," kata dia.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto belum mau memberikan keterangan saat dikonfirmasi awak media.
Pihaknya akan meminta keterangan terlebih dahulu kepada Dirreskrimum Polda Riau, Kombes Pol Hadi Purwanto untuk memberikan penjelasan ke media.
"Ya, sudah saya sampaikan ke Pak Dir, Pak Dir masih acara wakili Kapolda di Pangeran," kata dia.
Penasehat Hukum (PH) warga pemilik lahan atas nama Jimmy, Firdaus Ajis, SH sudah mendapat informasi dari penyidik Polda Riau secara lisan mengenai perkembangan tindak lanjut perkara.
"Atas informasi tersebut klien kami langsung menulis surat mohon laporan perkembangan perkara (SP2HP) kepada Direskrimum Polda Riau untuk kepastian kapan tersangka dilakukan tahap 2, dan kalau tidak kooperatif ditetapkan saja sebagai DPO," kata dia.
Ia menguraikan, kliennya melaporkan Direktur PT DSI dan Eks Kadishutbun Siak ke Polda Riau karena ada klaim izin Menhut di atas lahan yang dimiliki kliennya.
Pada 2009 PT. DSI datang ke lokasi kebun milik kliennya. Kebun itu sedang dikelola oleh PT Karya Dayun untuk dijadikan kebun sawit.
"Ketika itu pengelolaan telah berlangsung kurang lebih 5 tahun sehingga pohon sawit telah berusia 3-4 tahun atau berbuah pasir," kata dia.
PT. DSI mengaku dan mengklaim lahan kebun milik masyarakat yang dikelola PT Karya Dayun sebagai miliknya.
Pihak PT DSI menunjukkan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.
"Selama klien saya membuka perkebunan yang dikelola oleh PT Karya Dayun, tidak pernah mengetahui adanya kepemilikan lain selain tempat dimana klien saya membeli lahan tersebut secara sah," kata dia.
Karena itu, pihaknya merasa curiga dengan dasar klaim PT DSI, sehingga kliennya meneliti dasar pengakuan dari PT. DSI yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.
Setelah diperhatikannya izin pelepasan tersebut ternyata penentuan ada pada Dictum Kesembilan.
"Apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada dictum pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan HGU dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan itu, maka pelepasan kawasan hutan ini batal dengan sendirinya," terang dia.
Sesuai dengan dasar klaim itu, ternyata PT DSI belum memanfaatkan kawasan hutan sesuai izin tersebut serta tidak menyelesaikan HGU sampai batas waktu yaitu 1 tahun sejak diterbitkan SK Pelepasan, 1 Januari 1998.
"Karenanya klien saya menolak pengakuan atau klaim dari PT. DSI," kata dia.
Akibat penolakan tersebut, PT DSI melakukan upaya hukum gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Siak dengan menggugat PT Karya Dayun meskipun PT DSI mengetahui pemilik asli dari lahan yang digugatnya tersebut bukan PT Karya Dayun.
Hal itu sesuai sebagaimana terdaftar di kepaniteraan PN Siak nomor 07/PDT.G/2012/PN.Siak tanggal 26 Desember 2012.
Menariknya, pada tingkat PN Siak dan PT Riau PT DSI memenangkan perkara tersebut.
Pada tingkat Mahkamah Agung (MA) gugatan PT DSI dinyatakan tidak dapat diterima.
Akhirnya PT DSI melakukan upaya PK dengan berbagai alasan.
"Mereka menyampaikan alasan, pada proses kasasi seolah-olah ada berkas mereka yang tidak ikut dikirim oleh oknum PN Siak sehingga mereka menulis surat kemana-mana termasuk kepada Komisi Yudiasial (KY)," kata dia.
Setelah adanya putusan PK ternyata berkas-berkas yang dinyatakan tidak dikirim tersebut, saat ini ada pada PH PT DSI.
Alasan lain juga tidak dapat diterima sehingga dikesankan mengajukan novum yang direkayasa.
"Atas latar belakang itu klien saya membuat laporan kepada Polda Riau untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan menggunakan surat yang tidak benar," kata dia.
Surat yang tidak benar tersebut yaitu IPKH Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 yang telah mati dengan sendirinya. Surat itu juga digunakan untuk menerbitkan izin- izin lainnya.
Seperti Izin Lokasi berdasarkan Surat Keputusan dari Bupati Siak Nomor 284/HK/KPTS/2006 tanggal 8 Desember 2006 dan Izin Usaha Perkebunan oleh Bupati Siak Nomor 57/HK/KPTS/2009 tertanggal 22 Januari 2009, untuk kemudian memenangkan perkara," kata dia.
Bahkan PT DSI menindaklanjuti dengan permohonan eksekusi kepada PN Siak sehingga masyarakat atas nama Jimmy dkk merasa dirugikan senilai Rp200 miliar.
Direktur PT DSI Ditetapkan DPO
Polda Riau menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atas tersangka Suratno Konadi, direktur PT DSI.
Sementara eks Kadishutbun Siak terbilang kooperatif.
Surat penetapan DPO Polda Riau tersebut dengan nomor : DPO/12/III/2019/reskrimum.
Tersangka Suratno Konadi mangkir dari panggilan penyidik sebanyak 3 kali sejak ditetapkan tersangka.
Dalam surat itu, Polda Riau menyatakan Suratno Konadi melakukan tindak pidana membuat surat palsu berupa keputusan mentri kehutanan (Menhut) nomor 17/kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 yang sudah tidak berlaku lagi.
Surat itu untuk permohonan izin lokasi dan izin usaha perkebunan PT DSI ke Pemkab Siak untuk lahan seluas lebih kurang 8,000 Ha di atas lahan milik pelapor atas nama Jimmy seluas 82 Ha yang terletak di desa Dayun.
Hal tersebut terjadi sekira Agustus 2015 di Dayun, sesuai dengan laporan masyarakat bernama Jimmy.
Diketahui, Direktur PT DSI Suratno Konadi merupakan anak kandung dari pemilik PT DSI, Mery.
Polemik perusahaan ini dengan warga pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) sudah berlangsung lama.
Humas PT Duta Swakarya Indah (DSI), Edy mengakui kalau Polda Riau menetapkan Direktur PT DSI Suratno Konadi tersangka dugaan pemalsuan surat keputusan Mentri Kehutanan (Menhut) nomor 17/kpts-II/1998.
Namun ia membantah kalau Suratno sengaja menghindar tanpa alasan dari panggan Polda Riau.
"Pak Direktur Sunarto masih sakit, jadi belum bisa banyak kegiatan," kata dia, Kamis (4/4/2019).
Ia mengakui Suratno merupakan representasi dari korporasi.
Ia meminta media bersabar menunggu klarifikasi resmi dari pihaknya untuk menjawab perkara yang sedang dihadapinya.
"Tunggu saja dulu, nanti kami kasih keterangan resmi dan lengkap," kata dia.
Palsukan Putusan Menhut, Direktur PT DSI dan Eks Kadis Kehutanan dan Perkebunan Siak Jadi Tersangka.
RR/TS/MP